Penyakit Jantung Koroner

Penyakit jantung koroner termasuk dalam penyebab utama kematian di Indonesia. Serangan jantung sering terjadi tanpa ada gejala awal. Peningkatan penyakit jantung koroner terjadi pada masa dewasa madya. Faktor-faktor risiko terjadinya penyakit jantung koroner meliputi usia, kadar kolestrol, kadar trigliserida, hipertensi dan diabetes mellitus. Data penelitian menunjukkan bahwa dari 128 pasien jantung koroner di RSUP Dr. Kariadi, pasien yang memiliki usia risiko tinggi ( 45 tahun) sejumlah 107 (83,60%) pasien, berjenis kelamin laki-laki sejumlah 88 (68,80%) pasien, kolestrol total 200 mg/dl sejumlah 59 (46,10%) pasien, kadar trigliserida 150 mg/dl sejumlah 37 (28,90%) pasien, hipertensi sejumlah 89 (69,5%) pasien, diabetes milletus sejumlah 82 (64,10%) pasien, penderita penyakit jantung koroner sejumlah103 (80,50%) pasien. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa yang memiliki hubungan bermakna dengan penyakit jantung koroner antara lain usia (p=0,019), kolestrol total (p=0,004), kadar trigliserida (p=0,019), hipertensi (p=0,002) dan diabetes milletus (p=0,020). (Zahrawardani, 2013)


Perawatan medis dan asuhan keperawatan pada penderita penyakit jantung koroner di rumah sakit hanya berfungsi untuk meringankan kondisi kritis. Rehabilitasi setelah kepulangan dari rumah sakit merupakan proses yang panjang dan lebih penting dalam manajemen penyakit jantung koroner. Program yang dapat diberikan untuk penderita penyakit jantung koroner setelah kepulangan adalah program train-the-trainer (TTT). Program ini merupakan model pendidikan dengan mengidentifikasi pelatih potensial yang diberikan pelatihan terlebih dahulu, setelah itu pelatih memberikan pelatihan kepada pasien. Langkah awal dalam program ini adalah penentuan pelatih yang kemudian diberikan pelatihan selama dua hari. Hari pertama, difokuskan pada pengenalan penyakit jantung koroner dan kemampuan komunikasi sedangkan pada hari kedua difokuskan pada pencegahan, keterampilan perubahan perilaku kesehatan dan cara merawat penderita penyakit jantung koroner. Langkah selanjutnya adalah menentukan pasien kemudian pelatih memberikan pelatihan terhadap pasien. Pelatihan terhadap pasien dilakukan dengan memberikan brosur pendidikan kesehatan, ceramah dan tindak lanjut via telepon setiap 1-2 minggu dalam satu bulan. Langkah terakhir adalah dengan mengevaluasi setelah dilakukan intervensi. Penelitian di China menunjukkan bahwa setelah pelatihan, tingkat penilaian total dalam ujian teoritis berkisar antara 58,14% sampai 97,67% dan tingkat kelulusannya 98,04% lebih tinggi daripada sebelum pelatihan, dimana tingkat penilaian total hanya berkisar antara 13,95% sampai 74, 42% dan tingkat kelulusan 27,45%. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa program TTT efektif bagi penderita jantung koroner. (Shen, 2017)
Intervensi yang dapat meningkatkan pengetahuan penderita penyakit jantung koroner adalah program the know & go. Program ini merupakan program presentasi berbasis komputer dengan 21 slide yang meliputi gejala, faktor risiko dan informasi perawatannya. Intervensi yang berfokus pada komponen pendidikan rehabilitasi jantung akan menambah pengetahuan, mengurangi jumlah rawat inap dan sebagai strategi dalam pencegahan sekunder penyakit jantung koroner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok eksperimen memiliki nilai posttest yang lebih tinggi daripada kelompok perawatan standar (F = 15,21; P < 0,001) dan pasien sangat puas dengan program ini (kisaran 0-12, M = 9,57 1,83). (Devon, 2010)
Intervensi lain yang dapat diberikan adalah program gaya hidup berbasis komunitas pada penderita penyakit jantung koroner. Intervensi ini dilakukan dengan menggunakan 3 program gaya hidup berbasis komunitas. Jumlah dan urutan program gaya hidup ditentukan oleh faktor risiko dan preferensi pasien. Tiga program gaya hidup yang digunakan meliputi weight watchers, philips directlife dan luchtsignaal. Weight watchers merupakan program yang menekankan pola makan yang sehat, mengubah perilaku tidak sehat dan kebiasaan aktivitas fisik serta menggunakan motivasi kelompok yang dikoordinasikan oleh pelatih. Philips directlife, program ini berbasis komputer yang bertujuan untuk meningkatkan aktivitas fisik. Luchtsignaal merupakan program penghentian merokok di Belanda dengan menggunakan konseling telepon berdasarkan wawancara motivasi oleh petugas terlatih. Data penelitian menunjukkan bahwa pasien yang berhasil dalam kelompok intervensi adalah 37% (133 dari 360) dibandingkan dengan 29% (91 dari 351) pada kelompok kontrol (p = 0,002; rasio risiko: 1,43; interval kepercayaan 95%: 1,14 sampai 1,78). (Minneboo, 2017)
Penyakit jantung koroner sering disebabkan oleh pola hidup yang kurang sehat, sehingga penderita penyakit jantung koroner diharapkan dapat mengubah perilaku menjadi lebih sehat. Contoh perilaku sehat adalah mengonsumsi makanan sehat dengan membatasi makanan berkolestrol dan menjaga aktivitas sesuai saran-saran dokter. Self-efficacy adalah kunci utama dalam mengatur motivasi yang akan memengaruhi setiap fase perubahan dalam diri manusia. Data penelitian menunjukkan nilai korelasi antara self-efficacy dengan perilaku sehat sebesar 0,748 dengan taraf signifikansi sebesar 0,000 (p < 0,05). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya hubungan yang positif antara self-efficacy dengan perilaku sehat pada penderita jantung koroner. Penderita penyakit jantung koroner yang memiliki self-efficacy tinggi cenderung mempunyai perilaku sehat. (Hendiarto & Hamidah, 2014)

Daftar Pustaka
Devon et al. (2010). The know & go ! program improves knowledge for patients with coronary heart disease in pilot testing. Heart & Lung, 39[6S]: S23-S33.
Hendiarto, Y & Hamidah. (2014). Hubungan antara self-efficacy dengan perilaku sehat pada penderita jantung koroner. Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental, 3[2]: 85-89.
Minneboo et al. (2017). Community-based lifestyle intervention in patients with coronary artery disease. Journal of The American College of Cardiology, 70[3]: 318-327.
Shen, Z., Jiang, C., & Chen, L. (2017). Evaluation of a train-the-trainer program for stable coronary artery disease management in community settings: a pilot study. Patient Educ Couns.
Zahrawardani, D dkk. (2013). Analisis faktor risiko kejadian penyakit jantung koroner di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Jurnal Kedokteran Muhammadiyah, 1[2]: 13-20.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

3 Tahapan ASI

AYO GOSOK GIGI